Stilistika Al-Qur’an: Analisis Pragmatik Gaya Bahasa Doa

Al-Qur’an merupakan kalam Allah berbahasa Arab yang memiliki keindahan bahasa dan sastrawi-estetis yang tak ada duanya (I’jâz Al-Qur’ân). Ke-i’jâz-annya ini tercermin dari gaya-gaya bahasa yang ditonjolkannya, salah satunya adalah gaya bahasa doa (permohonan). Paling tidak ada 2 alasan urgen yang mendasari penulis untuk menelusuri tentang gaya bahasa doa dalam Al-Qur’an ini lebih jauh: Pertama, doa (permohonan kepada Tuhan) menunjukkan bahwa manusia memiliki naluri atau kecenderungan menggantungkan diri dan selalu memohon kebaikan kepada Khaliknya. Di samping itu, perintah berdoa ini pun cukup banyak ditemukan dalam Al-Qur’an serta berbanding lurus (parallel comparative) dengan banyaknya muncul variasi gaya bahasa doa yang dinarasikan dalam Al-Qur’an. Kedua, faktor lain yang menjadikan penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini adalah masih jarang sekali penulis lain yang mengkaji gaya bahasa doa ecara spesifik menggunakan teori pragmatik sebagai pisau analisisnya.

Tuturan sebuah doa lazimnya terungkapkan dalam bentuk kalimat imperatif (baca: amr dan nahy) dan terkadang juga dengan kalimat deklaratif. Gaya bahasa doa ini jika dibedah menggunakan pisau analisis pragmatik, tentu saja akan menghasilkan sesuatu yang berbeda karena dalam pandangan kaum pragmatis bahwasanya tak selamanya konstruksi kalimat imperatif dimaksudkan untuk menuturkan kalimat imperatif, tetapi bisa juga kalimat imperatif dimaksudkan untuk makna yang lain seperti makna deklaratif dan interogatif. Begitu pun sebaliknya. Untuk itulah penulis ingin mengetahui lebih mendalam seperti apa gaya bahasa doa yang terungkapkan dengan struktur kalimat deklaratif, kalimat imperatif dan kalimat interogatif khususnya ditinjau dari teori tindak tutur (speech acts: locution, illocution, perlocution) yang dicetuskan oleh J.W. Austin.